MAKALAH HAMBATAN PENDENGARAN (TUNARUNGU)
MAKALAH
Konsep Hambatan Pendengaran dan
Layanan Bimbingan
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah BABK
Dosen Susilawati, M.Pd
Disusun:
Linda Hastuti (120641138)
Siti nur amama (120641154)
Vega Nuzul Agustin (120641149)
Kelas
: E4
PROGRAM
STUDY S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat dengan maksud
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus yang
diberikan oleh ibu Susilawati, M.Pd di prodi
PGSD.
Shalawat serta salam tercurahkan
kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW beserta dosen, sahabat serta umatnya
dan senantiasa setia hingga akhir zaman.
Kami menyadari makalah ini sangat
jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun bentuk penulisannya, karena
keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Seperti pepatah yang mengatakan “tak
ada gading yang tak retak”. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Cirebon, Oktober
2014
Penyusun
i
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR
ISI............................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar
Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................ 3
A. Pengertian
Tunarungu.................................................................... 3
B. Penyebab
Ketunarunguan.............................................................. 5
C. Klasifikasi
Ketunarunguan............................................................ 7
D. Klasifiaksi
Anak Tunarungu.......................................................... 8
E. Metodea
Pembelajaran................................................................... 13
F. Layanan
Bimbingan Anak Tunarungu........................................... 17
G. Laporan
Observasi......................................................................... 18
H. Hasil
Observasi.............................................................................. 20
BAB
III PENUTUP.................................................................................... 22
A. Kesimpulan.................................................................................... 22
B. Saran.............................................................................................. 23
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 24
LAMPIRAN
ii
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak tunarungu merupakan salah satu klasifikasi dari anak yang
dikategorikan luar biasa yang mempunyai kelainan dalam pendengarannya sehingga
memberikan dampak negatif bagi perkembangannya, terutama dalam kemampuan berbicara
dan berbahasa. Namun demikian, mereka mempunyai hak yang sama sebagaimana warga
negara lainnya dalam memperoleh layanan pendidikan untuk mengembangkan
potensinya seoptimal mungkin.
Perkembangan layanan pendidikan bagi anak tunarungu dewasa ini sudah
mulai menunjukan kemajuan. Hal itu ditunjukkan dengan adanya anak tunarungu
yang belajar di sekolah biasa. Namun, mereka belum memperoleh layanan yang
memadai karena para guru biasa umumnya tidak dibekali dengan keilmuan tentang
siapa dan bagaimana layanan pendidikan bagi anak tunarungu.Untuk menjamin bahwa anak tunarungu yang berada di sekolah biasa,
termasuk di SD biasa mendapat layanan pendidikan yang sesuai dengan
karakteristiknya maka para guru seyogianya mempunyai wawasan tentang
karakteristik dan kebutuhan pendidikan anak tunarungu.
Uraian di atas menjadi dasar bagi kami untuk melakukan observasi ke SLB
guna mengetahui layanan pendidiakan bagi anak tunarungu secara langsung.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dikemukakan rumusan masalah adalah
sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian anak
tunarungu?
2.
Apa sajakah penyebab
tunarungu ?
3.
Bagaimana klasifikasi
ketunarunguan?
4.
Bagaimana karakteristik anak
tunarungu ?
5.
Bagaimana metode
pembelajaran untuk anak tunarungu?
6.
Apa sajakah layanan
bimbingan untuk anak tunarungu ?
7.
Apa sajakah hasil observasi di SLB ?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang dikemukakan di atas maka dapat diketahui tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui apakah
pengertian anak tunarungu.
2.
Untuk mengetahui apasajakah
penyebab tunarungu.
3.
Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi
ketunarunguan.
4.
Untuk mengetahui bagaimana karakteristik anak tunarungu.
5.
Untuk mengetahui bagaimana metode
pembelajaran untuk anak Tunarungu.
6.
Untuk mengetahui apa sajakah
layanan bimbingan untuk anak tunarungu.
7.
Untuk mengetahui hasil
observasi di SLB.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak Tunarungu
Menurut Hallahan dan Kauffman (1982 : 234) memberikan batasan tentang
tunarungu di tinjau dari kehilangan kemampuan mendengarnya, bahwa :
Hearing impairment. A genetic term indicating a hearing disabiliti that
range insevety from milk to profound in includis the subsets deaf and hard of
hearing. Deaf person in one whos hearing disability precludes successful
processing of linguistic information though audio, with or without a haering
aid, has residual hearing sufficient to enable sucxessful processing of
linguistic information thoght audition.
Andreas Dwijosumarto dalam seminar ketuna runguan di bandung (19 juni 1988)
mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang, terutama
indra pendengaran.
Kemudian Donald F Moores menjelaskan pengertian tuna rungu dalam bukunya
Education the deaf (Psychology principles and practices) Hougtoh Miflin
Company, Boston (1981: 3) sebagai berikut :
A deaf person is one whose hearing is disabled to exten (usually 70 dB ISO
grather ) that precluds the understanding of speech through the earlone without
or with the use of hearing aid. A hard of hearing person is one whose hearing
is disabled to an exten ( usually 35 to 69 dB ISO ) That makes difficult but
dose not preclude the understanding of speech through the ear alone with
out our with a hearing aid.
Menurut batasan dari Sri Moerdiani (1987: 27) dalam buku psikologi anak
luar biasa bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang menaglami gangguan
pendengaran sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan tujuan
komunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Adapun Moh Amin dalam buku Ortopedagogik umum mengemukakan bahwa anak tuna
rungu adalah mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang disebakan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh organ pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembanganya
sehingga memerlukan bimbingan pendidikan khusus. (1991: 1).
Ahli lainnya memberikan batasan mengenai tunarungu ditinjau dari segi medis
dan pedagogis sebagai berikut : “Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan seluruh alat pendengaran
yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga memerlukan
bimbingan dan pelayanan khusus”. ( Salim,1984 : 8)
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan untuk mendengar
sehingga tidak dapat mengembangkan, biasanya pada tingkat 70 dB ISO atau lebih
besar sehinga menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui
pendengaranya sendiri tanpa mengunakan alat bantu dengar. Seseorang dikatakan
kurang mendengar adalah ketidak mampuan untuk mendengar sehingga tidak dapat
mengembangkan, bisanya pada tingkat 35 sampai 69 Db ISO tetapi tidak
menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melauli pendengaranya sendiri
tanpa atau menggunakan alat bantu dengar.
Pernyataan tersebut kurang lebih berarti bahwa tunarungu adalah suatu
istilah umun yang menunjukan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang
berat dan di golongkan kedalam bagian tuli dan kurang dengar.
Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar
sehingga tidak dapat memproses informasi bahasa melalui pendengaran dengan atau
tanpa alat bantu dengar. Sedangkan orang kurang dengar adalah seseorang yang
pada umumnya menggunakan alat bantu dengar sisa pendengarannya cukup
memungkinkan keberhasilan memproses informasi bahasa melalui pendengarannya.
Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa anak tunarungu
adalah anak yang mengalami hambatan dalam mendengar yang di sebabkan
karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat pendengaran
sehingga anak memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus agar dapat
mengembangkan bahasa serta potensi yang dimiliki anak seoptimal mungkin.
Atau dengan menggunakan bahasa lain, bahwa anak tuna rungu adalah anak yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang diakibatkan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya indra pendengaran sehingga mengalami hambatan
dalam perkembanganya. Denagn demikian anak tuna rungu memerlukan pendidikan
secara khusus untuk mencapai kehidupa lahir batin yang layak.
B. Penyebab Ketunarunguan
Banyak faktor yang menyebakan seseorang mengalami ketunarunguan,
sebagaimana diungkapkan dalam buku petunjuk praktis penyelenggaraan Sekolah
Luara Biasa bagian B atau tuna rungu, Depdikbud (1985: 23) mengemukakan bahwa Penyebab
ketuna runguan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Masa Prenatal.
Pada masa prenatal pendengaran
anak menjadi tuna rungu disebakan oleh:
a. Faktor keturunan atau hereditas.
b. Anak mengalami tuna rungu sejak dia dia dilahirkan Karena ada di antara
keluarga ada yang tuna rungu genetis akibat dari rumah siput tidak berkembang
secara normal, dan ini kelainan corti (selaput-selaput).
c. Cacar air, campak (rubella, german measles).
d. Pada waktu ibu sedang mengandung menderita penyakit campak, cacar air,
sehingga anak yang di lahirkan menderita tunarungu mustism (tak dapat
bicara lisan).
e. Toxamela (keracunan darah).
f. Apabila ibi sedang mengandung menderita keracunan darah (toxameia)
akibatnya placenta menjadi rusak. Hal ini sangat berpengaruh pada janin. Besar
kemungkinan anak yang lahir menderita tuna rungu. Menurut Audiometris pada
umumnya anak ini kehilangan pendengaran 70-90 dB.
g. Penggunaan obat pil dalam jumlah besar.
h. Hal ini akibat menggugurkan kandungan dengan meminum banyak obat pil
pengggugur kandngan, tetapi kandunganya tidak gugur, ini dapat mengakibatkan
tuna rungu pada anak yang dilahirkan, yaitu kerusakan cochlea.
i. Kelahiran premature.
j. Bagi bayi yang dilahirkan premature, berat badanya di bawah normal,
jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah terserang anoxia (kurangnya zata
asam). Hal ini merusak inti cochlea (cochlear nuclei).
k. Kekeurangan Oksigen (anoxia).
l. Anoxia dapat mengakibatkan kerusakan pada inti brain system dan bagal ganglia.
Anak yang dilahirkan dapat menderita tuna rungu pada taraf berat.
2.
Masa Neo
Natal
a. Faktor rhesus ibu dan anak tidak sejenis.
b. Manusia selain mempinyai jenis darah A-B-AB-0. Juga mempunyai jenis darah
factor rh positif dan negative. Kedua jenis rh tersebut masing-masing normal.
Tetapi ketidak cocokan dapat terjadi apabila seseorag perempuan ber-rh negatif
kawin dengan seseorang laki-laki ber-rh positif, seperti ayahnya tidak sejenis
dengan ibunya. Akibat sel-sel darah itu membentuk anti body yang justru
merusak anak. Akibatnya anak menderita anemia (kurang darah) dan sakit kuning
setelah dilahirkan, hal ini dapat berakibat anak menjadi kurang pendengaran.
c. Anak lahir premature atau sebelum 9 bulan dalam kandungan. Anak yang
dilahirkan prematur, mempunyai gejala-gejala yang sama dengan anak yang rh nya
tidak sejenis dengan rh ibunya, yaitu akan menderita anemia dan mengakibatkan anoxia.
3.
Post Natal
a.
Sesudah anak
lahir dia menderita infeksi misalnya campak (measles) infection
atau anak terkena syphilis sejak lahir karena ketularan orang tuanya.
Anak dapat menderita tunarungu perseptif. Virus akan menyerang cairan cochlea.
b.
Meningitis (peradangan selaput otak).
c.
Penderita
meningitis mengalami ketulian yang perseptif, biasanya yang mengalami kelainan
ialah pusat syarf pendengaran.
d.
Tuli perseptif yang bersifat keturunan.
e.
Ketunarunguan
ini akibat dari keturunan orang tuanya.
f.
Otitis media
yang kronis.
g.
Cairan
otitis media yang kekuning-kuningan menyebakan kehilanagn pendengaran secara
konduktif. Pada secretory media akibatnya sama dengan kronis atitis
media, yaitu keturunan konduktif.
h.
Terjadi
infeksi pada alat-alat pernafasan.
i.
Infeksi pada
alat-alat pernafasan, misalnya pembesaran tonsil adenoid dapat menyebabkan
ketuna runguan konduktif (media penghantar suara tidak berfungsi).
j.
Kecelakaan
yang mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian dalam.
k.
Dari
beberapa faktor yang telah dijabarkan di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
penyebab ketunarunguan tidak saja dari faktor dalam individu seperti ketuna
runguan dari orang tua atupun pada saat ibu mengandung terserang penyakit.
Tetapi faktor di luar diri individu mempunyai peluang yang mengakibatkan
seseorang mengalami ketuna runguan, seperti infeksi peradangan dan kecelakaan.
C. Klasifikasi Ketunarunguan
Menurut Hallahan dan Kauffman klasifikasi ketunarunguan berdasarkan tingkat
kehilangan pendengaran di bagi kedalam dua kelompok besar yaitu tuli (deaf)
dan kurang dengar (hard of hearing).
Klasifikasi lain dikemukakan oleh Streng yang dikutip Somad dan Hernawati (
1997 : 28-31 ) sebagai berikut:
1.
Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang memiliki ciri-
ciri :
a.
Sukar
mendengar percakapan yang lemah.
b.
Menuntut sedikit
perhatian khusus dari sistem sekolah tentang
kesulitannya.
c.
Perlu
latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan
perkembangan penguasaan
perbendaharaan kata.
2.
Marginal
Loses, yaitu kehilangan kemampuan
mendengar 30-40 dB yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Mengerti
percakapan biasa pada jarak satu meter.
b.
Mereka sulit
menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak normal dan
kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan menangkap percakapan kelompok.
c.
Mereka akan
sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan kata yang terbatas.
d.
Kebutuhan
dalam program pendidikan antara lain belajar membaca, penggunaan alat bantu
dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan perhatian dalam perkembangan
perbendaharaan kata.
3.
Moderat
loses, yaitu kehilangan kemampuan
mendengar 40-60 dB yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Mereka
mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.
b.
Perbendaharaan
kata terbatas
4.
Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki ciri-ciri :
Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya
klakson mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untuk
anak-anak tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran yang dapat
mengembangkan bahasa dan bicara dari guru kelas khusus.
5.
Profound
loses, yaitu kehilangan kemampuan
mendengar 75 dB keatas. Memiliki ciri :
Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali
tidak mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar.
D. Karakteristik Anak Tunarungu
Semua individu memiliki karakteristik tertentu demikian pula anak-anak yang
mengalami ketunarunguan dan dampak yang paling mencolok yaitu terhambatnya
perkembangan bahasa dan bicara, mereka terbatas dalam kosa kata dan pengertian
kata-kata yang abstrak. Hal ini karena mereka hanya memanfaatkan penglihatan
dalam belajar bahasa. Belajar bahasa hanya melalui penglihatan memiliki banyak
kelemahan-kelemahan sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan intelegensinya
secara maksimal, akibatnya mereka tampak bodoh.
Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda dengan
perkembangan bahasa anak normal sekitar usia enam bulan anak mencapai pada
tahap meraban. Pada perkembangan ini semua anak mengalaminya karena merupakan
awal untuk belajar bahasa.
Anak yang sejak lahir mengalami ketunarunguan, pada saat bayi
mengulang-ulang bunyi bayi tidak dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan begitu
pula ia tidak dapat mendengar respon yang dikeluarkan oleh orang tua atau
orang-orang yang dekat darinya.
Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan anak
normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga
mempunmyai karakter yang khas yang menyebabkan anak tunarungu mendapatkan
kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka perlu
mendapat pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah ketunarunguan.
Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut:
1.
Fisik
Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak terdapat
kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai karakteristik
seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai berikut :
a.
Cara
berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak tunarungu yang
mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya.
b.
Gerakan mata
cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan sekitarnya.
c.
Gerakan kaki
dan tangan yang cepat.
d.
Pernapasan
yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi karena tidak terlatih
terutama pada masa meraban yanmg merupakan masa perkembangan bahasa.
2.
Bahasa dan
Bicara
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran.
Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan mengalami hambatan dalam
bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu proses penguasaan bahasa tidak
mungkin diperoleh melalui pendengaran. Dengan demikian anak tunarungu mempunyai
ciri-ciri perkembangan bahasa sebagai berikut:
a. Fase motorik yang tidak teratur.
Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur, misalnya :
1)
Gerakan
tangan.
2)
Menangis.
Menangis permulaan adalah gerak refleks dari bayi yang baru lahir. Menangis
sangat penting bagi perkembangan selanjutnya karena dengan menangis secara
tidak sengaja sudah melatih otot-otot bicara, pita suara dan paru-paru.
b.
Fase meraban (babbling)
1)
Mimik perangai ibu
Pada awal
fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena fase meraban ini
merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan pita suara.
2)
Bayi babling
Mula-mula
bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan itu terdengar oleh bayi dan
ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang mkenjadi proses terpenting dalam
pembinaan bicara anak. Bagi anak tunarungu tidak terjadi pengulangan bunyinya
sendiri, karena anak tunarungu tidak mendengar tiruan ibunya. Dengan demikian
perkembangan bicara selanjutnya menjadi terhambat.
c.
Fase
penyesuaian diri.
Suara-suara
yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi kemudian ditirukan kembali oleh
orang tuanya secara terus menerus. Pada anak tunarungu hal tersebut terbatas
pada peniruan penglihatan (visual) yaitu gerakan-gerakan atau
isyarat-isyarat, sedangkan peniruan pendengaran (auditif) tidak terjadi
karena anak tunarungu tidak dapat mendengar suara.
Tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidak mampuan bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran adalah sebagai
berikut :
(1)
Penerima auditori
tidak cukup sebagi umpan balik ketika ia membuat suara.
(2)
Penerimaan
verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang pendengarannya.
(3)
Tidak mampu
mendengar contoh bahasa dari orang mendengar.
Ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah miskin dalam
kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang
mengandung arti kiasan. Sedangkan ciri-ciri anak tunarungu berkenaan
dengan bicaranya adalah nada bicaranya tidak beraturan, bicaranya
terputus-putus akibat dari penguasaan kosa kata yang terbatas, dalam bicara
cenderung diikuti oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit menguasai warna dan
gaya bahasa.
3.
Intetelegensi
Secara garis
besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di klasifikasikan
menjadi tiga bagian:
a.
Pertama anak
tunarungu dianggap sama dengan anak normal
b.
Kedua,
dianggap bahwa intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari anak normal .
c.
Bahwa anak
tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada segi non verbal.
d.
Kepribadian
dan emosi.
Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang di
tempati. tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit didapatkan
oleh anak tunarungu karena mereka hanya dapat merasakan ungkapan tersebut
melalui kontak visual. Berbeda dengan anak normal yang dapat merasakan ungkapan
yang diberikan melalui nada suara yang diperoleh dengan cara mendengar. Hal ini
akan berpengaruh pada perkembangan emosi anak tunarungu. Karena keadaanya itu
anak tunarungu merasa terasing dan terisolasi dari lingkungannya. Sering
terjadi, ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi mengakibatkan suatu
kekurangan dalam keseluruhan pengalaman anak yang sebenarnya dasar bagi
perkembangan, sikap dan kepribadian.
Beberapa sifat yang terjadi pada anak tunarungu akibat dari
kekurangannya adalah :
1)
Sifat
egosentris yang lebih besar daripada aanak normal, dunia penghayatan mereka
lebih sempit maka akan lebih terarah pada dirinya sendiri. Sifat egosentis ini
berarti :
a)
Sukar
menempatkan diri pada cara berpikir dan pada perasaan orang lain.
b)
Dalam
perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan pikiran sendiri
mereka sulit menyusuaikan diri.
2)
Mempunyai
perasaan takut akan hidup.
3)
Sikap
ketergantungan kepada orang lain.
4)
Perhatian
yang sukar di alihkan.
5)
Kemiskinan
dalam bidang fantasi.
6)
Sifat yang
polos, sederhana tanpa banyak problem.
7)
Mereka dalam
keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
8)
Lekas marah
dan cepat tersinggung.
9)
Kurang
mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
4.
Sosial
Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk dapat
berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan kematangan social. Saran untuk
mencapai kematangan sosial, yaitu:
a.
Pengetahuan
yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan dalam masyarakat.
b.
Mempunyai
kesempatan yang banyak untuk menerapkan kemampuannya.
c.
Mendapatkan
kesempatan dalam hubungan sosial.
d.
Mempunyai
dorongan untuk mencari pengalaman.
e.
Struktur kejiwaan
yang sehat yang mendorong motivasi yang baik.
Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai
kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan memperlakukan mereka dengan
tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan mereka cenderung memiliki rasa curiga
pada lingkungan, memiliki perasaan tidak aman dan memiliki kepribadian yang
tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan sesuatu secara negatif, memiliki
perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan
cenderung mementingkan diri sendiri.
E.
Metode
pembelajaran
Berikut metode pengajaran yang umumnya digunakan
oleh guru kepada anak tunarungu, yaitu (Kurnaeni : 2011) :
1. Belajar
Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)
Belajar melalui
membaca ujaran adalah belajar dimana anak dapat memahami pembicaraan orang lain
dengan “membaca” ujarannya melalui gerakan bibirnya. Akan tetapi, hanya sekitar
50% bunyi ujaran yang dapat terlihat pada bibir. Di antara 50% lainnya,
sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian belakang
mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada bibir
tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang
dilihatnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya
terjadi pada masa prabahasa. Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik
bila ditopang oleh pengetahuan yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat
membuat dugaan yang tepat mengenai bunyi-bunyi yang “tersembunyi” itu. Jadi,
orang tunarungu yang bahasanya normal biasanya merupakan pembaca ujaran yang
lebih baik daripada tunarungu prabahasa, dan bahkan terdapat bukti bahwa orang
non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir lebih baik daripada orang
tunarungu yang terpaksa harus bergantung pada cara ini. Kelemahan sistem baca
ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued speech (isyarat
ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk melengkapi membaca ujaran
(speechreading).
2. Belajar
Melalui Pendengaran.
Belajar melalui
pendengaran dimana individu tunarungu dari semua tingkat ketunarunguan dapat
memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu. Alat bantu dengar yang
telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan sensorineural dengan tingkat
yang berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear implant adalah prostesis
alat pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen eksternal
(mikropon dan speech processor) yang dipakai oleh pengguna, dan komponen
internal (rangkaian elektroda yang melalui pembedahan dimasukkan ke dalam
cochlea (ujung organ pendengaran) di telinga bagian dalam. Komponen eksternal
dan internal tersebut dihubungkan secara elektrik. Prostesis cochlear implant
dirancang untuk menciptakan rangsangan pendengaran dengan langsung memberikan
stimulasi elektrik pada syaraf pendengaran.
Akan tetapi,
meskipun dalam lingkungan auditer terbaik, jumlah bunyi ujaran yang dapat
dikenali secara cukup baik oleh orang dengan klasifikasi ketunarunguan berat
untuk memungkinkannya memperoleh gambaran yang lengkap tentang struktur
sintaksis dan fonologi bahasa itu terbatas. Tetapi ini tidak berarti bahwa
penyandang ketunarunguan yang berat sekali tidak dapat memperoleh manfaat dari
bunyi yang diamplifikasi dengan alat bantu dengar. Yang menjadi masalah besar
dalam hal ini adalah bahwa individu tunarungu jarang dapat mendengarkan bunyi
ujaran dalam kondisi optimal. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan individu
tunarungu tidak dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari alat bantu dengar
yang dipergunakannya. Di samping itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar alat bantu dengar yang dipergunakan individu tunarungu itu tidak
berfungsi dengan baik akibat kehabisan baterai dan earmould yang tidak cocok.
3. Belajar
secara Manual
Secara alami,
individu tunarungu cenderung mengembangkan cara komunikasi manual atau bahasa
isyarat. Untuk tujuan universalitas, berbagai negara telah mengembangkan bahasa
isyarat yang dibakukan secara nasional. Komunikasi manual dengan bahasa isyarat
yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada tunarungu, sehingga
mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Kerugian penggunaan bahasa isyarat ini
adalah bahwa para penggunanya cenderung membentuk masyarakat yang eksklusif. Komponen
bahasa isyarat meliputu:
a.
Abjad jari ( finger
spelling ), adalah jenis isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan
untuk menggambarkan abjad atau untuk mengeja huruf dan angka.
b.
Ungkapan badaniah/bahasa tubuh, meliputi keseluruhan
ekspresi tubuh, seperti sikap tubuh, ekspresi muka ( mimik ), pantomimik, dan
gesti atau gerakan yang dilakukan seseorang secara wajar dan alami.
c.
Bahasa isyarat asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam
bentuk isyarat konvensional yang berfungsi sebagai pengganti kata, yang
disepakati oleh kelompok atau daerah tertentu. Secara garis besar, bahasa
isyarat asli dibedakan menjadi 2, yaitu:
1)
Bahasa isyarat alamiah
2)
Bahsa isyarat konseptual
d.
Bahasa isyarat formal, yaitu bahasa nasional dalam
isyarat yang biasanya menggunakan kosakata isyarat dengan struktur bahasa yang
sama persis dengan bahasa lisan.
Ketiga metode pengajaran di atas dapat digabungkan
dengan metode pembelajaran yang sama dengan sekolah umum, contohnya metode
tanya jawab, demonstrasi, dan sebagainya.
Pembelajaran anak tunarungu di kelas inklusi tidaklah mudah. Sebelum
menempatkan anak tunarungu di kelas inklusi, sebaiknya persyaratan dibawah ini
dapat dipenuhi, yaitu:
a. Anak tunarungu harus memiliki bahasa yang cukup. Artinya sebelum anak
tunarungu dimasukan dalam kelas inklusi terlebih dahulu harus memiliki bahasa
yang dapat menjembatani pembelajaran yang dilakukan dikelas inklusi dan mampu
berkomunikasi dengan baik. Hal ini sangat diperlukan agar anak tunarungu mampu
mengikuti pembelajaran dengan anak regular lainnya tanpa harus menjadi penonton
di dalam kelas. Tanpa bahasa yang cukup anak tunarungu hanya sebagai hiasan di
kelas inklusi tanpa bisa mencerna dan memahami pembelajaran yang diberikan oleh
guru.
b. Sekolah yang di dalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus
memiliki guru pendamping yang berlatarbelakang PLB, lebih baik lagi jika guru
pendamping tersebut berlatarbelakang dari sekolah luar biasa dengan bidang
kajian yang sama dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas inklusi.
c. Guru regular hendaknya memahami karakteristik anak tunarungu serta sedapat
mungkin mampu berempati terhadap anak tunarungu agar pembelajaran yang
diberikan dapat dipahami dengan mudah.
d. Guru regular mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak
tunarungu seperti prinsip keterarahwajahan, keterarahsuaraan, prinsip
intersubyektivitas dan prinsip kekonkritan.
e. Lingkungan di sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan
anak berkebutuhan khusus.
f. Sarana dan prasarana yang mendukung bagi anak berkebutuhan khusus.
Dibawah ini adalah salah satu
pembelajaran bagi anak tunarungu dalam mempelajari huruf-huruf vokal :
F. Layanan bimbingan bagi anak tuna rungu
1. Jenis
layanan
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan
pendidikan bagi anak tunarungu meliputi layanan umum dan khusus.
a.
Layanan umum
Layanan umum
merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada anak mendengar atau
normal yang meliputi layanan akademik, latihan dan bimbingan. Layanan akademik
bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan layanan akademik bagi anak
mendengar, yaitu mencakup mata-mata pelajaran yang biasa diberikan di SD biasa,
tetapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan ciri khas
layanan bagi anak tuna rungu. Layanan bimbingn trutama diperlukan dalam
mengatasi dampak kelainan terhadap aspek psikologisnya, serta pengembangan
sosialisai siswa.
b.
Layanan khusus
Layanan
khusus merupakan layanan yang khusus diberikan kepada anak tunarungu dalam
mengurangi dampak ketunarunguannya atau
melatih kemampuan yang masih ada, yang meliputi layanan bina bicara serta
layanan bina persepsi bunyi dan irama.
c.
Layanan bina bicara
Layanan bina bicara merupakan
layanan upaya untuk meningkatkan kemampuan anak tunarungu dalam mengucapkan
bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata, agar dapat dimengerti atau
diinterpretasika oleh orang yang mengajak atau diajak bicara.
Latihan bina bicara bertujuan antara
lain agar anak tuna rungu memiliki dasar ucapan yang benar sehingga dapat
dimengerti orang lain, memberi keyakinan pada anak tuna rungu bahwa bunyi atau
suara yang yang diproduksi melalui organ bicaranya harus mempunyai makna,
membedakan ucapan yang satu dengan ucapan yang lainnya, serta memfungsikan
organ-organ bicaranya yang kaku.
d.
Layanan bina persepsi bunyi dan irama
Layanan bina persepsi bunyi dan
irama merupakan layanan untuk melatih kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui
sisa pendengaran atau merasakan vibrasi ( getaran bunyi ) bagi siswa yang hanya
memiliki sedikit sekali sisa pendengaran.
G.
Laporan
Observasi
Ada
beberapa alasan yang melatar belakangi untuk melakukan observasi tersebut
diantaranya adalah kami ingin mengetahui langsung bagaimana keadaan sebenarnya
anak – anak yang mengalami kebutuhan kusus, setelah kami kuliyah mata kuliah
anak berkebutuhan kusus kami ingin mengetahui keadaan riel anak berkebutuhan
kusus keadaan riel tersebut meliputi ciri – ciri yang muncul, cara
belajar, pelayanan yang diberikan di sekolah, gaya belajar dll.
Disana
kami mengamati anak yang mengalami tunarungu kelas III SD. Adapun karakteristik
anak tuna rungu yang kami dapat dari materi adalah sebagai berikut.
Tunarungu
(Hendaya pendengaran) adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar sebagian atau seluruhnya, diakibatkan tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh indera pendengaran. Tunarungu
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:
1.
Tunarungu ringan yaitu kondisi di mana orang masih
dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB. Mereka sering tidak menyadari
bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.
Individu tersebut membutuhkan terapi bicara.
2.
Tunarungu sedang yaitu kondisi dimana orang masih
dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan
dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara. Sulit mendengar dari
kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan
alat bantu dengar (hearing aid).
3.
Tunarungu berat adalah kondisi dimana orang hanya
dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras.Mendengar
percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia sangat tergantung
pada komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada yang dapat terbantu dengan alat
bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi (super power).
Adapun layanan untuk anak tunarungu adalah:
Layanan pendidikan terhadap anak
tunarungu, meliputi Layanan umum dan Layanan khusus. Layanan umum merupakam
layanan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan
khusus merupakan layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya,
yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama.
Metode
Pengajaran Bahasa bagi Anak Tunarungu
Belajar Bahasa Melalui Membaca
Ujaran (Speechreading), Belajar Bahasa Melalui Pendengaran (Auditory
Training). Belajar Bahasa secara Manual (Sing Language and
Fingerspelling).
Layanan
Pendidikan Spesifik
a. Metode Oral,
melatih anak dapat berkomunikasi secara verbal dengan lingkungan orang yang
mendengar.
b. Membaca
Ujaran, kegiatan yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir
lawan bicara dalam proses bicara.
c. Metode
Manual, melatih berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari.
d. Ejaan Jari,
penunjang bahasa isyarat dengan menggunakan ejaan jari.
e. Komunikasi
Total, upaya perbaikan dalam mengajarkan komunikasi bagi anak tunarungu.
Adapun tujuan dari kegiatan observasi di SLBN kabupaten cirebon adalah :
1.
Untuk
mengetahui secara langsung krakteristik anak tunarungu.
2.
Untuk
mengetahui cara penanganan anak tunarungu.
3.
Untuk
mengetahui pelayanan dalam belajar anak tunarungu.
H. HASIL
OBSERVASI
1. Lokasi
observasi
a.
Nama Sekolah : SLBN KABUPATEN CIREBON
Status : Negeri
Npsn :
20267751
No. SK. Operasional : 421.9/2120-PLB
Tanggal SK. Operasional : 05/10/2004
No. SK. Akreditasi : 02.00/440/BAP-SM/XI/2008
b.
Alamat
Sekolah
Provinsi : Jawa Barat
Kota : Cirebon
Kecamatan : Lemahabang
Kelurahan : Sindanglaut
Jalan : Jl.A.R.Hakim No.33
Kode Pos : 45184
No. Telp. : (0231)3387762
Fax :
02318638802
Email :
slbnsindanglaut@yahoo.com
2.
Identitas observan
Kelas :
III SD LB
Jumlah siswa :
6 siswa
Jenis kelamin :
3 Perempuan dan 3 laki-laki
Kelainan :
4 siswa tuna rungu, 1 siswi tunarungu dan mengalami gangguan low vision, laulu 1 siswi
tunarungu dan tuna grahita.
3.
Hasil Identifikasi
Ciri – ciri yang ditemukan
pada 4 siswa tunarungu:
a.
Tidak dapat berucap dengan jelas.
b.
Menulisnya sudah cukup jelas.
c.
Sudah bisa membaca dan menghitung dengan lancar
d.
Kemampuan dalam mengaji lebih cepat.
e.
Mudah curiga kepada teman.
f.
Pintar menari .
g.
Daya menghafal cepat
Ciri-ciri yang ditemukan pada siswi tunarungu dan tunagrahita,tunarungu dan
low vision :
a.
Tidak dapat fokus dengan lama
b.
Sering menggangu teman.
c.
Lemah dalam kemampuan bahasa dan bicaranya.
d.
Emosinya tidak stabil.
e.
Kemapuan kognitifnya kurang.
4. Pelayanan
a.
Percakapan prefektif,
b.
Latihan ini dilakukan dengan berinteraksi secara pelan
– pelan siswa.
c.
Menggunakan bahasa isyarat.
d.
Berbicara dengan mengeja perkata.
e.
Bicara dengan keras
f.
Senam lidah,
Terapi ini bertujuan agar lidah anak menjadi lentur dan diharapkan akan
lebih mudah mengucapkan kata. Hal ini dilakukan dengan cara mengusapkan madu
disekitar mulut kemudian siswa diminta untuk menjilati madu yang sudah
dioleskan pada sekitar mulut tadi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam mendengar
yang di sebabkan karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat
pendengaran sehingga anak memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus agar dapat
mengembangkan bahasa serta potensi yang dimiliki anak seoptimal mungkin.
Penyebab
ketunarunguan tidak saja dari faktor dalam individu seperti ketuna runguan dari
orang tua atupun pada saat ibu mengandung terserang penyakit. Tetapi faktor di
luar diri individu mempunyai peluang yang mengakibatkan seseorang mengalami
ketuna runguan, seperti infeksi peradangan dan kecelakaan.
Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak tunarungu
yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya.
2. Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal.
3. Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan dalam
masyarakat.
Berikut
metode pengajaran yang umumnya digunakan oleh guru kepada anak tunarungu, yaitu
:
a. Belajar
Melalui Membaca Ujaran (Speechreading).
b. Belajar
Melalui Pendengaran.
c.
Belajar secara Manual.
Ditinjau
dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu meliputi layanan
umum dan khusus.
Dari hasil
observasi yang kami lakukan pada 6 siswa di SLBN Kabupaten Cirebon dapat
dilihat ciri-ciri anak yang mengalami tunarungu adalah:
1) Tidak dapat
berucap dengan jelas.
2) Menulisnya
sudah cukup jelas.
3) Sudah bisa
membaca dan menghitung dengan lancar.
4) Kemampuan
dalam mengaji lebih cepat.
5) Mudah curiga
kepada teman.
6) Daya
menghafal cepat.
7) Namun pada
siswa yang mengalami cacat ganda konsentrasi pada pelajaran cukup sulit ,emosi
kurang stabil serta kemampuan kognitifnya cenderung kurang.
B. Saran
Dari hal tersebut dapat diberikan solusi
yang diantaranya: Percakapan prefektif, komunikasinya menggunakan bahasa
isyarat. Berbicara dengan mengeja perkata. Bicara dengan keras, senam lidah, Kerjasama
dengan puskesmas dalam hal kesehatan.
Jadi
menurut kami, penempatan dikelas tunarungu ringan sudah tepat melihat ciri-
ciri yang ditemukan pada anak tersebut.
Hallahan dan Kauffman (1982). Klasifikasi Ketunarunguan.
Dwijosumarto Andreas (1988), Pengertian Tuna rungu.
Bandung: Tidak diterbitkan.
Moores Donald F (1981). Education the deaf (Psychology principle and practices) HougtohbMiflin
Company. Boston.
Moerdiani Sri (1987). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta : Bumi Aksara.
Amin Mohamad (1991). Ortopedik Umum. Bandung : Rineka Cipta.
Salim (1984). Pendidikan
Anak Tuna rungu. Bandung : Alfabeta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1985). Petunjuk Penyelenggaraan SLB bagian B.
Jakarta.
Somad dan Hernawati (1997). Ortopedagogik anak tuna rungu. Jakarta : DEPDIKNAS
Hernawati Tati (1990). Modul artikulasi dan optimalisasi fungsi pendengaran. Bandung: Jurusan
PLB. Tidak diterbitkan.
Kurnaeni
(2011) . Metode Pengajaran Bahasa Bagi Anak Tuna Rungu. Psibkusd. wordpress.
com. (diakses
tanggal 10 oktober 2014)
Kak makasih banget yaaaa. Sangat membantu sekali :)
BalasHapusBagus artikelnya... Cek juga ilmu yang lain pada link aktif dibawah ini
BalasHapusSemua Studi tentang Hambatan Penglihatan (Tunanetra)
Semua Studi tentang Hambatan Pendengaran (Tunarungu)